Minggu, 30 November 2014

PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIAL

.            1.      Masa Kolonial Belanda
           Tahun  1596, di bawah pimpinan Cornelis Ed Houtman, Belanda pertama kalinya datang ke Indonesia. Misi kedatangannya adalah berdagang. Dengan menyusuri pantai Jawa, Belanda akhirnya mencapai daerah Timur (Ambon dan sekitarnya). Mereka kembali dengan membawa rempah-rempah yang cukup banyak. Sejak saat itu pedagang Belanda yang datang ke Indonesia semakin ramai. Untuk menghindari persaingan, tahun 1602 Belanda mendirikan VOC (Persatuan Dagang Hindia Timur). Dengan dalih perdagangan inilah, VOC terus memperkuat perdagangannya. Lewat politik yang dilakukannya dengan raja-raja Jawa, VOC sebagai kepanjangan tangan Belanda akhirnya menjadikan Indonesia sebagai daerah jajahan (koloni).
           Untuk lebih memperkuat kedudukan, Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak Indonesia. Sekolah ini bertujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik untuk pegawai negeri maupun pegawai swasta. Pembukaan sekolah itu didorong oleh kebutuhan praktis berkaitan dengan pekerjaan di berbagai bidang dan kejuruan. Secara umum kecenderungan penyelenggaraan pendidikan kolonial adalah sebagai berikut:
(1)   Membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam tradisional serta membantu mendirikan beberapa madrasah Islamiah di Nusantara misalnya:
a.       Melanjutkan sistem lama dalam bentuk pengajian Al-qur’an dan Kitab Kuning.
b.      Mendirikan pondok pesantren modern misalnya di Jombang Ponpes Tebuireng, di Ponorogo Ponpes Gontor.
c.       Mendirikan sekolah agama atau madrasah misalnya madrasah adabiah di Aceh, Madrasah maktab Islamiah di Tapanuli medan.
(2)   Mendirikan sekolah Zending (misionaris) yang bertujuan menyebarkan agama Kristen untuk orang-orang Belanda dan buni putra. Beberapa sekolah yang didirikan Belanda misalnya:
a.       1607 mendirikan sekolah di Ambon dengan bahasa Melayu dan Belanda.
b.      1622 mendirikan sekolah di Kepulauan Banda lengkap dengan asrama
c.       1630 mendirikan sekolah Warga Masyarakat di Jakarta untuk tingkat sekolah dasar yang mendidik budi pekerti.
d.      16422 mendirikan sekolah latin (tingkat SMP) di Jakarta.
e.       1745 mendirikan Seminari Theologika untuk mendidik calon pendeta
f.       1817 mendirikan sekolah dasar Eropa, untuk penduduk Eropa (semua orang Belanda, semua orang yang asalnya dari Eropa, semua orang Jepang). Sekolah dasar ini terus berkembang, pada tahun 1902 menjadi 173 buah.
g.      1860 mendirikan Gymnasium  (sekolah lanjutan) Willem III, merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama untuk orang Eropa di Batavia.
h.      1848 atas keputusan Raja mendirikan 20 sekolah dasar Bumiputera di setiap Karesidenan Jawa.
i.        1892 sekolah dasar dibagti menjadi dua kategori, yaitu: sekolah dasar Kelas Pertama ( de schoolen der eerste klasse) untuk golongan Bumiputera (bangsawan & penduduk yang kaya) dan sekolah dasar Kelas Dua (de schoolen der tweede klasse) untuk Bumiputera umum.
j.        1856 mendirikan sekolah guru (kweeksschool) di Surakarta, 1874 di Ambon, 1875 di Probolinggo, 1875 di Banjarmasin, 1876 di Makassar, 1879 di Padang Sidempuan.
k.      1851 mendirikan sekolah dokter Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun setelah sekolah rakyat 5 tahun.
                
            Dari sekolah-sekolah yang didirikan Belanda dapat dilihat beberapa ciri khas, antara lain: (a) dualistik diskriminatif, yaitu untuk membedakan pendidikan untuk orang Eropa dan Bumiputera , (b) sentralistik yaitu pemerintah kolonial Belanda memiliki hak mengatur pendidikan di daerah koloninya, dan (c) tujuannya untuk dapat menghasilkan tamatan yang menjadi warga negara Belanda kelas dua.











2.Masa Kolonial Jepang
Indonesia menjadi daerah koloni Jepang pada tahun 1942 s/d 1945. Masa itu berada pada situasi Perang Dunia sehingga pemerintah Jepang bersifat militeristik. Pada awalnya, kedatangan Jepang disambut gembira karena Jepang berhasil mengelabui masyarakat Indonesia dengan taktik Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia, walaupun pada akhir Jepang juga menjadikan Indonesia sebagai jajahan.
Penyelenggaraan pendidikan zaman Jepang ditujukan untuk menghasilkan tentara yang siap memenangkan perang bagi Jepang. Oleh karena itu banyak pemuda dilatih baris berbaris, bela diri, menggunakan senjata sehingga lahir Keibodan (polisi pembantu), Heiho (tentara pembantu), Fujinkai (sukarelawan wanita) yang semuanya bergabung dalam Peta (Pembala Tanah Air). Disamping itu, bahasa Indonesia banyak digunakan di sekolah-sekolah, bahasa Jepang sebagai bahasa kedua sedang bahasa Belanda dilarang. Sistem dualistic deskriminatif dihapus dan dirintis pengintegrasian jenis sekolah.
Sekolah yang didirikan Belanda dirombak, misalnya sekolah rendah (Lagere Onderwijs) diganti Sekolah Rakyat (Kokumin Gakho) terbuka untuk semua penduduk dengan lama pendidikan enam tahun. Perhatian Jepang pada pendidikan sangat besar, dibuktikan dengan mendirikan Sekolah Guru dua tahun (Sato Sikan Gakho), Sekolah Guru empat tahun (Guto Sikan Ghako) dan Sekolah Guru enam tahun (Koto Sikan Ghako). Pembinaan guru dilakukan dengan indoktrinasi mental ideologis Hakko ichi-Uuntuk kemakmuran bersama Asia Raya, latihan kemiliteran, olahraga dengan lagu-lagu Jepang (taiso), menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo), mengibarkan bendera Jepang (Hinimaru) dan menghormati kaisar Jepang (Tenno Heka), kerja bakti di jalan raya, asrama militer, menanam pohon jarak dan lain-lain.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar