Minggu, 30 November 2014

Makalah Penelitian sejarah pendidikan di indonesia

Penelitian sejarah pendidikan di indonesia
Tugas Sejarah

  



Nama kelompok :


·       Ismu Shodiq. M
·       Phegy Ryanti. R
·       Nimade Ayu. W
·       Miftach Guan. N
·       Miftahul Iqbal. F
·       M. Sumardi



BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang Penulisan
               Untuk memenuhi tugas sejarah
2. Masalah Penelitian
§  pendidikan di Indonesia sebelum masa kemerdekaan
§  pendidikan di Indonesia setelah masa kemerdekaan
§   Sejarah pendidikan pada masa kolonial
§  Sejarah pendidikan pada masa kemerdekaan
3. Tujuan Penelitian
               Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana perkembangan       sejarah pendidikan indonesia pada dan sebelum masa kemerdekaan dan untuk mengetahui bagaimana sejarah pendidikan indonesia pada   masa kolonial dan kemerdekaan
4. Metode penelitian Sejarah pendidikan
              

5. Pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

            Pendidikan yang Berlandaskan Ajaran Keagamaan

a. Pendidikan Hindu-Budha
Ajaran Hindu dan Budha memberikan corak pada praktik pendidikan di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Kalimantan (Kutai), Pulau Jawa (Tarumanegara hingga Majapahit), Bali dan Sumatera (Sriwijaya). Prasasti tertua yang ditemukan di Kutai dan di Tarumanegara merupakan peninggalan agama Hindu. Pada periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia, sistem pendidikan sepenuhnya bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara atau padepokan. Pada perkembangan selanjutnya, muatan pendidikan bukan hanya berupa ajaran keagamaan, melainkan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain.
Menjelang periode akhir, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid disini sembari belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Jadi secara umum dapatlah disimpulkan bahwa: (1) Pengelola pendidikan adalah kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi; (2) Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru yang lain; (3) Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke guru-guru tertentu; (4) Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara turun-temurun melalui jalur kastanya masing-masing.
b. Islam
Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Para saudagar asal Gujarat yang beragama Islam itu kemudian menjadi penyebar agama Islam di Indonesia. Ajaran Islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudera-Pasai di Aceh, yang didirikan tahun 1297 oleh Sultan Malik Al-Saleh. Namun diperkirakan pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia jauh sebelum berdirinya Samudera-Pasai. Hal ini terbukti dengan adanya batu nisan di Leran, dekat Gresik, Jawa timur, yang menyebutkan tentang meninggalnya seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 476 H (1082 M).
Di pulau Jawa dan Sumatera yang penduduknya lebih dahulu mengadakan kontak dengan pendatang dari luar Indonesia (terutama dari Cina, India, dan Indonesia), didapati pendidikan agama Islam dimasa pra-kolonial dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar, pendidikan di pesantren, dan pendidikan di madrasah. Pendidikan agama di langgar dilaksanakan secara sederhana dengan bimbingan guru ngaji yang statusnya dibawah kyai. Materi yang diajarkan umumnya membaca Al-quran dan fikih dasar.
Di pesantren, para santri tinggal di tempat pemondokan sederhana yang biasanya disebut “pondok”. Sifat khusus pengajaran di pesantren antara lain :
       1.        Pelajaran bersifat keagamaan
       2.        Penghormatan yang tinggi kepada guru
       3.        Tidak ada gaji atau upah untuk guru karena motivasinya semata-mata karena Allah
       4.        Santri datang secara sukarela untuk menuntut ilmu
Selain itu, ada juga pendidikan di madrasah yang bukan hanya mengajarkan agama, melainkan juga ilmu pengetahuan seperti astronomi (ilmu falak) dan ilmu pengobatan. Pendidikan Indonesia baru mengenal sistem berjenjang yang formal sejak masuknya pengaruh Belanda. Namun hingga datangnya kolonial Belanda dan bahkan hingga sekarang ketiga corak pendidikan Islam, yaitu pendidikan di langgar, pesantren dan madrasah tetap bertahan.




c. Katholik dan Kristen-Protestan
Pendidikan katholik berkembang mulai abad ke-16 melalui orang-orang portugis yang menguasai Malaka. Dalam usahanya mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa (yang saat itu harganya sangat mahal), mereka selalu disertai misionaris Katolik-Roma yang berperan ganda sebagai penasehat spiritual dalam perjalanan yang jauh dan penyebar agama di tanah yang di datanginya. Misi mereka yang dikenal sebagai misi suci (mission sacre) dilaksanakan bersama misi pencarian rempah-rempah. Segera setelah mereka menduduki suatu daerah atau pulau, usaha pertama yang dilakukannya adalah menjadikan penduduk setempat sebagai pemeluk Katolik-Roma. Kemudian di tempat itu didirikan seminar-seminar untuk mendidik anak-anak setempat. Namun kekuasan Portugis tidak berlangsung lama, hanya sekitar setengah abad, karena diusir oleh Spanyol. Kemudian Belanda menyebarkan agama Kristen-Protestan dan mengembangkan sistem pendidikannya sendiri yang bercorak Kristen-Protestan.


            Pendidikan yang Berlandaskan Kepentingan Penjajah,Pada masa Kolonial

Indonesia pernah mengalami masa penjajahan, baik yang pada masa penjajan Belanda maupun masa penjajahan Jepang. Sehingga, tidak mengherankan apabila pengaruhnya sangat kuat dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer.
Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem pendidikan masa pra kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan  masa pemerintahan Republik Indonesia.  
a. Pendidikan Pada Zaman VOC
Sabagaimana Bangsa Portugis sebelumnya, kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia pada abad ke-16 mula-mula untuk tujuan dagang dengan mencari rempah-rempah denga mendirikan VOC. Misi dagang tersebut kemudian diikuti dengan misi penyebaran agama yang terutama dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan asrama untuk para siswa. Di sana diajarkan agama Kristen-Protestan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda dan sebagian menggunakan Bahasa Melayu. Dirikan sekolah-sekolah yang di arahkan untuk kepentingan mendukung misi VOC di Nusantara.




b.   Kolonial Belanda
Pudarnya VOC pada akhir abad ke-18 menandai masa datangnya zaman kolonial Belanda. Tugas untuk mengatur pemerintahan dan masyarakat yang sebelumnya ditangani oleh kompeni (institusi dagang) kemudian diambil alih oleh Pemerintah Belanda yang menjadikan Hindia-Belanda sebagai tanah jajahan. Meskipun tetap berpihak pada kepentingan Belanda, system pendidikan pun berubah menjadi lebih “terbuka”. Muatan keagamaan yang di masa-masa sebelumnya sangat kental, diimbangi dengan muatan pengetahuan dan keterampilan yang mendukung kepentingan Belanda.
Mulai akhir abad ke-19 dan hingga darsawarsa awal abad ke-20, lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sangat beragam, meliputi sekolah dasar, sekolah raja, sekolah pertukangan, sekolah kejuruan, sekolah-sekolah khusus untuk perempuan Eropa dan pribumi, sekolah dokter, perguruan tinggi hukum, dan perguruan tinggi teknik. Untuk mengimbangi pendidikan Belanda, pada periode ini berdiri pula lembaga-lembaga pendidikan bercorak keagamaan dan kebangsaan oleh Muhammadyah, Taman Siswa, Ins Kayutanan, Ma’arif, dan perguruan Islam lainnya.
Pada masa ini, pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan menengah, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan pada masa penjajahan Belanda lebih dititikberatkan kepada memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda, yaitu tersedianya tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk menyebarluaskan kebudayaan Barat.

c.   Jepang
Pada tahun 1942-1945, masa pendudukan Jepang memberikan corak yang berarti pendidikan di Indonesia. Tidak lama setelah berkuasa, Jepang segera menghapus sistem pendidikan warisan Belanda  yang didasarkan atas penggolongan menurut bangsa dan status sosial. Tanpa membedakan status social mulai di buka tingkat sekolah terendah adalah Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Menengah Pertama (SPM) selama tiga tahun,   Sekolah Menengah Tinggi  (SMT) selama tiga tahun. Sekolah dikejuruan juga di kembangkan, yaitu Sekolah Pertukangan, Sekolah Teknik Menengah, Sekolah Pelayaran,  Sekolah Pelayaran dan Sekolah Pelayaran Tinggi. Ditingkatkan pendidikan tinggi,  pemerintah pendudukan Jepang mendirikan Sekolah Tinggi  Kedokteran (Ika Dai Gakko) di Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
                 Perubahan lain yang berarti bagi Indonesia dikemudian hari ialah bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar pertama di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan, dan bahasa pengantar kedua adalah Jepang. Sejak saat itu, bahasa Indonesia berkembang pesat sebagai bahasa pengantar dan bahasa komunikasi ilmiah. Tujuan pendidikan pada zaman Jepang diarahkan untuk mendukung pendudukan Jepang dengan menyediakan tenaga kerja kasar secara Cuma-Cuma yang dikenal dengan  romusha.  Di sekolah,  para siswa mengikuti latihan fisik, baris berbaris meniru tentara Dai Nippon, latihan kemiliteran disertai indoktrinasi yang intinya kesetiaan penuh  pada Kaisar Jepang. Pemuda-pemuda yang menapak dewasa dijadikan romusha dan sebagian direkrut untuk menjadi tentara.Tujuan pendidikan lebih ditekankan kepada dihasilkannya tenaga buruh kasar secara cuma-cuma dan prajurit-prajurit untuk keperluan peperangan Jepang.  


Pendidikan dalam Rangka Perjuangan Indonesia

            Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan ditandai oleh munculnya gerakan pendidikan yang dipelopori oleh Muhammadiyah, Perguruan Taman Siswa, INS Kayutanam, Pendidikan Ma’arif dan perguruan ialam lainnya.

      a. Muhammadiyah
Muhammadiyah lahir dibawah pengaruh kebangkitan nasionalisme Bangsa Mula-mula misi utama Muhammadiyah adalah untuk menyebarkan agama, kemudian membuka dan menyelenggarakan pendidikan, baik sebagai sarana untuk anak mencerdaskan bangsa yang dibodohi oleh pemerintah Belanda maupun sebagai sarana menyebarkan syiar Islam.
Muhammadiyah didirikan di kampong Kauman, Yogyakarta, pada tahun 18 November 1912. Sekolah Muhammadiyah pertama didirikan pada tahun 1911. Dalam perkembangannya kemudian, sekolah ini menjadi Volksschool (Sekolah Rakyat) 3 tahun. Muhammadiyah juga kemudian mendirikan sekolah rakyat 3 tahun yang diberi nama Sekolah Kesultanan(Sultanaatschool), menyusul kemudian HIS Muhammadiyah, sekolah menengah yang dimulai dengan sebuah MULO yang diberi subsidi oleh pemerintah Belanda, juga sebuah Algemene Middelbare School (AMS) yang mendapat bantuan dari para intelektual Indonesia yang beraliran nasional dan Holland Inlandse Kweekschool. Kurikulum sekolah-sekolah Muhammadiyah di masa itu menyeimbangkan muatan pelajaran agama dan umum dengan porsi masing-masing sekitar 50%.
Dalam alam kemerdekaan, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan ini semakin meluas dan meningkat, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga tingkat perguruan tinggi. Cabang-cabang Muhammadiyah tumbuh diman-mana di seluruh Indonesia. Selain dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial.



            b.     Taman siswa
Taman Siswa secara jelas menunjukkan sifatnya yang nasionalis dan pedagogis serta kultural. Walaupun bukan suatu organisasi politik, Taman Siswa sejak pendiriannya mempunyai tujuan politik, yaitu kemerdekaan Indonesia. Tujuan ini jelas dari pertimbangan Ki Hajar Dewantara, pendirinya, sewaktu di pengasingan di negeri belanda untuk mendalami masalah pendidikan. Menurut Ki Hajar, rakyat Indonesia harus benar-benar memahami arti kehidupan berbangsa dan bertanah air melalui pendidikan. Kegiatan pendidikan diberikan kepada mereka yang berusia muda dengan mendirikan Kindertuin atau Taman Kanak-kanak yang dikalangan Taman Siswa disebut Taman Indriya, pada tanggal 3 Juli 1922. Lembaga pendidikan Taman Siswa diberi nama National Onderwijs Institut Taman Siswadengan Taman Indriya sebagai tingkat terendah. Taman Siswa didasarkan atas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.
Pendidikan Taman Siswa selanjutnya mengakui hak-hak anak untuk bebas yang dinyatakan tanpa batas. Batas itu antara lain adalah lingkungan dan kebudayaan. Pengakuan atas kebebasan anak adalah suatu prinsip pendidikan yang sangat pokok pada Taman Siswa. Prinsip demokrasi dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan pengertian sebagai berikut :
       1.         Anak dalam pendidikan merupakan pusat perhatian pendidik.
       2.         Musyawarah sebagai prinsip demokrasi tetapi menghargai pemimpin.
       3.         Dasar demokrasi membawa kewajiban untuk memikul tanggung jawab.
Dengan gambaran diatas, maka Taman Siswa, terutama dibidang pendidikan dan kebudayaan, telah memberi andil yang sangat besar terhadap pendidikan nasional. BahkanUndang-Undang Pendidikan No. 4 tahun 1950 praktis telah mencakup semua prinsip Taman Siswa.

       c.  INS Kayutanam
Sekolah ini didirikan sebagai tanggapan terhadap pendidikan Belanda yang berlangsung saat itu oleh Muhammad Syafi’ei dinilai intelektualistik dengan mementingkan kecerdasan dan kurang memperhatikan bakat-bakat anak. Melalui INS yang didirikannya ia berusaha agar para siswa tidak menjadi cendekiawan setengah matang yang angkuh tetapi menjadi pekerja cekatan yang rendah hati. Di INS, para siswa dididik untuk bekerja teratur dan produktif agar dapat hidup mandiri. Para siswa mendapat pelajaran dalam berbagai bidang Di INS sebagai wahana untuk membuat anak-anak sehat dan kuat
Falsafah yang mendasari gagasannya adalah “Tuhan tidak sia-sia menjadikan manusia dan alam lainnya. Masing –masing mesti berguna dan kalau tidak berguna itu disebabkan kita tidak pandai menggunakannya” (dikutip dari Republik Indonesia Propinsi Sumatera Tengah, penerbitan Kementerian Penerangan, hlm.778). INS kayutaman mengembangkan sistem persekolahannya dengan didasarkan atas “aktivitas” dan bertujuan untuk “melahirkan dan memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri”.
Disamping dikembangkan atas dasar-dasar prinsip pedagogis, INS juga memupuk semangat nasionalisme di kalangan para siswanya. Hal ini tampak dari tujuan pendidikannya, yaitu agar siswa dapat berdiri sendiri dan tidak perlu mencari jabatan di kantor pemerintahan yang pada ssat itu dikuasai oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Prinsip tidak menggantungkan diri kepada orang lain juga dianut oleh Muhammad Syafi’ei sendiri yang menolak tawaran Pemerintah Belanda untuk menerima bantuan. Pengembangan lembaga pendidikannya diusahakan atas dasar prinsip “self-help” (mandiri) dengan mengumpulkan uang melalui pertunjukan, pameran hasil karya murid-murid, dan penjualan hasil kerja mereka. Hanya pemberian yang tidak mengikat secara moral yang diterimanya.
Meskipun praktik dan gagasan pendidikannya bagus, sistem persekolahan yang dikembangkan INS Kayutanam tidak berkembang diluar daerahnya. Para lulusan yang dihasilkannya juga tidak cukup mendapat bekal untuk mendapatkan tempat dimaysarakat sehingga dapat dikatakan keuntungan pendidikan hanya dirasakan oleh perorangan siswa.
INS Kayutanam bertahan hingga masa pendudukan Jepang, dan pada masa perang kemerdekaan (tahun 1949) INS Kayutanam ditutup. MuhammadSyafei sendiri setelah tidak menangani INS, ditunjuk sebagai Kepala Sekolah Guru Bantu (SGB). Ia tutup usia pada tahun 1966.

       d.    Pendidikan Ma’arif
Awal pendidikan ma’arif mulai berkembang pada tahun 1916 ketika K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan K.H. Mas Mansur, mendirikan kursus debat yang diberi namaTaswirul Afkar. Kursus ini kemuadian berkembang dengan dibentuknya Jam’iyah Nahdatul Wathon yang bertujuan memperluas dan meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Lembaga pendidikan ma’arif dalam bentuk madrasah mula-mula berkembang di Jawa Timur, kemudian menyebar ke daerah-daerah lainnya, dengan dipelopori oleh para ulama NU. Mula-mula, corak pendidikannya menyerupai “pesantren yang diformalkan”, dengan hanya memuat pendidikan agama dalam kurikulumnya. Dalam perkembangan kemudian, sebagaimana Muhammadiyah, Ma’arif memasukkan materi umum ke dalam kurikulumnya.
Muktamar II NU di Surabaya pada tahun 1927 memutuskan untuk memberikan perhatian yang penuh pada pengembangan madrasah dengan dana ditanggung oleh umat Islam, dan menolak bantuan Belanda. Dalam Muktamar NU ke-4 di Semarang, Muktamar NU yang dilaksanakan setiap tahun selalu memberikan perhatian khusus pada pengembangan pendidikan Ma’arif. Basis pendidikan ma’arif pada dasarnya adalah pesantren yang juga merupakan basis utama kegiatan pendidikan NU. hal inilah antara lain yang membedakannya dengan Muhammadiyah yang lebih agresif dan sistematis dalam mengembangkan system pendidikan sekolahnya dengan menerapkan menejemen modern.


        Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan
      ·  Tujuan dan Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami 5 kali perubahan, mengikuti perubahan dalam suasana kehidupan berbangsa kita. Sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946 , tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan sangat menekankan penanaman jiwa patriotisme.hal ini dapat dipahami, maka penanaman jiwa patriotism melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan Negara yang baru diproklamasikan.Antisipasi tersebut kemudian terbukti benar dengan terjadinya agresi Balanda terhadap Negara berdaulat Republik Indonesia.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan, tidak lagi semata-mata menekankan jiwa patriotisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, Sehingga pendidikan dan pengajaran berdasar asas-asas yang termaktub dalam pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan asas kebudayaan bangsa Indonesia. Rumusan tujuan yang sama diulang lagi dalam Undang-Undang No. 12/1954 yang berlaku untuk seluruh wilayah RI.
Perubahan tujuan pendidikan nasional tersebut berimplikasi pada perubahan kurikulum yang saat itu disebut rencana pelajaran. Kurikulum yang semula berorientasi pada kepentingan colonial Belanda diubah sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia yang telah merdeka. Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan untuk :
1.                                                   Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
          2.             Meningkatkan pendidikan jasmani,
          3.             Meningkatkan pendidikan watak,
          4.             Memberikan perhatian pada kesenian,
          5.             Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan
          6.             Mengurangi pendidikan pikiran.
Butir 6) pada dasarnya merupakan reaksi terhadap pendidikan kolonial yang amat menekankan aspek intelektualitas dan mengabaikan pendidikan watak.
Dibawah pengaruh Manipol-Usdek, pada tahun 1965 rumusan tujuan pendidikan nasional mengalami perubahan. Dalam keputusan Presiden No.145 tahun 1965 tentang nama dan Rumusan Induk Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan rumusan tujuan pendidikan nasional kemudian diperluas dan dipertajam dalam GBHN 1973
Rumusan yang tertuang dalam GBHN 1973 substansinya terus dipertahankan dengan hanya mengalami sedikit perubahan – yaitu berupa penambahan sifat manusia Indonesia yang hendak dibangun melalui pendidikan – hingga GBHN 1998. Dengan substansi yang sama meskipun rumusannya agak berbeda, tujuan tersebut juga tertuang dalam UU No. 2 /1989 tentang system pendidikan nasional.
      ·         Sistem Persekolahan
Sistem persekolahan yang berlaku di Indonesia pada masa awal kemerdekaan meliputi 3 tingkatan, yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sistem persekolahan tersebut terus dipertahankan hingga tahun 1980-an. Akhir tahun 1960-an, kalaupun terjadi perubahan, hal itu lebih pada bentuk kelembagaannya. Misalnya dihapuskannya SGB, diubahnya SGA menjadi SPG, dan lebih dikembangkannya jenis-jenis sekolah menengah kejuruan. Setelah berlakunya UU No 2/1989 tentang system pendidikan nasional diadakan perubahan, antara lain bahwa Pendidikan Dasar merupakan pendidikan umum yang lamanya 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. Jadi SLTP merupakan pendidikan umum, sehingga akibatnya sekolah pertama kejuruan dilebur menjadi SLTP.
Perkembangan lain yang penting dicatat pada era 1945-1969 ialah berdirinya 42 Perguruan Tinggi Negeri berupa universitas, institute, dan sekolah tinggi yang umumnya terletak di ibukota propinsi, sehingga kurun waktu tersebut dapat dikatakan sebagai “era pertumbuhan PTN”.

      ·         Perkembangan Jumlah Siswa
Berbeda dengan pada zaman kolonial Belanda yang membedakan kesempatan belajar atas dasar ras dan asal-usul keturunan, pada zaman kemerdekaan kesempatan belajar dibuka untuk semua orang, baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 31 ayat 1 UUD 1945 bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Dalam UU Pendidikan No. 4/1950 dan UU No. 12/1954, pasal 17, disebutkan bahwa, “tiap-tiap warga Negara republic Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu”.
Ciri yang menonjol diawal kemerdekaan ialah tingginya motivasi belajar para siswa yang usianya amat beragam, meskipun sarana yang tersedia hanya seadanya. pada tanggal 1 Juni 1946 dibentuk Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan kebudayaan yang bertugas: 1)  memberantas buta huruf, 2) menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan 3) mengembangkan perpustakaan rakyat
















          PENDIDIKAN PADA MASA KLASIK

Masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman sejarah tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra, agama, sejarah, etika menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga (990-1049) banyak buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Seorang guru profesional harus lahir dari kasta Brahmana sedang muridnya bisa terdiri dari kasta Brahmana sendiri sandar 2 kasta di bawahnya, sebab kasta sudra tidak diperkenankan menjadi murid.
Puncak pendidikan Budha dicapai pada zaman Sriwijaya. Guru terkenal pada zaman Sriwijaya ialah Darmapala dari Nalanda. Tahun 685, I Tsing (seorang Budhis Cina) yang pulang dari India singgah di Sriwijaya menerjemahkan 100 buku agama Budha ke dalam bahasa Cina. Bermula dari hal ini, agama Budha banyak dipelajari orang-orang sehingga akhirnya Budha berkembang di pulau Jawa.
Pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah Maluku Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat penyebaran agama Islam sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari penyebaran Islam di dalamnya inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional dikembangkan. Sebagai pusat perkembangan Islam, para kiai mendirikan pondok pesantren. Dalam pondok pesantren itu para kiai hidup bersama santri memperdalam agama Islam.
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kiai membina umat Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran Walisanga di Jawa, para syeh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam.
Tujuan pendidikan Islam pada saat itu adalah mengabdi sepenuhnya kepada Allah sesuai dengan  tuntunan rasul Muhammad SAW ( Al Qur’an dan Sunah). Materi pendidikan yang diberikan para kiai adalah keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq. Untuk memperdalam ilmu tauhid diberikan juga Arkanul Iman.
Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan program belajar yang meliputi: (a) membaca Al Qur’an; (b) ibadat (berwudlu, shalat); (c) keimanan; dan (d) akhlaq. Cara belajar saat itu adalah dengan model sorogan dan klasikal. Model sorogan atau individual dilakukan dengan anak santri duduk bersila berhadapan dengan guru gaji untuk membaca Al Qur’an, secara bergantian satu persatu sesuai dengan kemajuannya masing-masing. Demikian pula dalam hal belajar berwudlu, salat seorang santri dibimbing langsung oleh guru. Pendidikan akhlaq diberikan secara klasikal, guru bercerita tentang tarikh nabi, Sabat nabi, sifat-sifat terpuji atau yang tercela dengan materi para tokoh pada zamannya. Lama belajar tidak ditentukan, sangat bergantung pada kemampuan, kerajinan dan kemauan anak. Karena itu belajar tidak dipungut biaya. Hal ini berlangsung sampai masuknya kebudayaan barat.







          PENDIDIKAN PADA ZAMAN KEMERDEKAAN
       1.        Penyelenggaraan Pendidikan Pada Awal Kemerdekaan (1945-1950)
          a. Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan perlunya pembaharuan di bidang pendidikan. Usulan itu antara lain :
          (1)Pengajaran harus membimbing murid untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
          (2) Sesuai dengan sila keadilan sosial, pengajaran harus terbuka untuk setiap penduduk baik laki-laki maupun perempuan.
          (3) Untuk orang dewasa perlu diselenggarakan pemberantasan buta huruf.
          (4) Pendidikan agama hendaknya mendapat tempat yang teratur dan seksama. Ponpes dan madrasah yang telah lama berdiri hendaknya mendapat bantuan dan perhatian yang nyata dari pemerintah.
          (5) Pengajaran teknik dan perekonomian harus mendapat perhatian istimewa.
          b.             Atas usulan S. Mangunsarkoro akhirnya dibentuk pendidikan masyarakat yang bertujuan membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Untuk mencapai tujuan ini sekolah harus menggunakan metode belajar (ceramah, tanya jawab, diskusi, partisipasi aktif) dan metode kerja.
          c.              Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran yang dipimpin  Ki Hajar Dewantoro dengan tugas: (1) mengadakan struktur pengajaran model baru; (2) menetapkan bahan pengajaran dengan menimbang keperluan praktis; dan (3) menyiapkan rencana pelajaran untuk setiap sekolah dan setiap kelas.
          d.             Pemerintah harus menambah gedung sekolah karena gedung sekolah yang ada hancur akibat perang. Usaha dilakukan antara lain: (1) mendirikan gedung baru; (2) menyewa rumah penduduk untuk pelaksanaan pendidikan; (3) mengadakan sistem shift ( sekolah pagi dan sekolah sore menempati sebuah gedung).
          e              Menetapkan kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan pengajaran nasional. Kurikulum hendaknya berisi:
(1)          Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat
(2)          Meningkatkan pendidikan jasmani
(3)          Meningkatkan pendidikan watak


       f.         Hasil pembaruan Kurikulum lahir Kurikulum SR 1947 yang membedakan tiga macam struktur program, yaitu:
(1)          SR dengan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada kelas rendah.
(2)          SR dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sejak kelas satu.
(3)          SR yang diselenggarakan sore hari terbatas sampai dengan kelas IV, kelas V & kelas VI harus masuk pagi.
       g.        Kurikulum SR 1947 terdiri atas 15 mata pelajaran, yaitu:
(1)          Bahasa Indonesia
(2)          Bahasa Daerah
(3)          Berhitung
(4)          Ilmu Alam
(5)          Ilmu Hayat
(6)          Ilmu Bumi
(7)          Sejarah
(8)          Menggambar
(9)          Menulis
(10)      Seni Suara
(11)      Pekerjaan Tangan
(12)      Gerak Badan
(13)      Kebersihan dan Kesehatan
(14)      Budi Pekerti
(15)      Pendidikan Agama
       2.        Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1950-1959 (Demokrasi Liberal)
Masa demokrasi liberal ditandai diberlakukannya UUDS 1950 sebagai dasar negara RI. Pelaksanaan pendidikan diatur dengan UU No. 4 Th. 1950 dan mulai 18 Maret 1954 diperbarui menjadi UU No. 12 Th. 1954, diberlakukan untuk seluruh Indonesia. Tujuan pendidikan dan pengajaran menurut UU ini ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.  Pasal 5 menerangkan bahwa bahasa perasatuan (Indonesia) resmi menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah kecuali TK dan tiga kelas rendah di SD diperbolehkan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.


     a.    Penyelenggaraan Pendidikan
Untuk penyelenggaraan pendidikan dikeluarkan PP No. 65 Th. 1951 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintah pusat ke provinsi termasuk urusan pendidikan pengajaran dan kebudayaan. Dengan PP tersebut provinsi memiliki kewajiban:
          (1)          Mendirikan sekolah rendah kecuali sekolah rakyat latihan
          (2)          Memberikan subsidi kepada partikulir
          (3)          Mata pelajaran agama diberikan menurut agamanya, dimulai kelas IV
          (4)          Guru agama diangkat oleh Menteri Agama atas usulan instansi agama yang berkepentingan.
     b.   Partisipasi Pendidikan Swasta
Sejak 1951 sekolah-sekolah swasta yang bercirikan keagamaan banyak bermunculan. MPPK (Majelis Pusat Pendidikan Kristen), Lembaga Pendidikan Katolik demikian juga sekolah-sekolah Muhammadiyah yang semula hanya mengajarkan ilmu agama kemudian diperluas mengajarkan ilmu umum. Di samping sekolah keagamaan seperti Madrasah Ibtidaiyah, Aliyah, Tsanawiyah, Mualimin, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah umum (SD, SMP, SMEP, SMA, SGB) Taman Siswa, Nahdatul Ulama serta badan-badan yang netral bermunculan untuk mendirikan sekolah-sekolah.

       3.        Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1959-1969 (Demokrasi Terpimpin)
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 diberlakukan lagi. Secara formal pelaksanaan pendidikan menggunakan UU No. 12 Th. 1954 dimana tujuan pendidikan adalah: “membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Namun di dalam prakteknya, Mudyahardjo (2001:401) mengatakan, UU No. 12/1954 ditinggalkan, dan menggunakan Keputusan Presiden No. 145/1954, tujuan pendidikan di semua sekolah berubah menjadi: “agar dapat melahirkan manusia sosialis yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia adil dan makmur baik spiritual maupun material dan berjiwa Pancasila”.



BAB III
PENUTUP

          KESIMPULAN

Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan digolongkan dalam tiga periode,yaitu pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah dan pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan, telah muncul system kurikulum, system persekolahan, dan juga sudah banyak penduduk Indonesia yang mengenyam bangku sekolah.
Hal ini disebabkan oleh adanya pendidikan yang telah ada pada zaman-zaman dahulu. Yang memberikan dasar-dasar tentang pendidikan, selain itu tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam dunia pendidikan.
Dengan mengetahui sistem-sistem pendidikan pada era sebelum dan sesudah kemerdekaan kita dapat membedakan sistem pendidikan pada era klasik, kolonial dan era sesudah kemerdekaan. Kita dapat menjadikan sejarah pendidikan di Indonesia sebagai suatu pembelajaran ke masa depan untuk tentunya menjadi lebih baik dari sebelumnya juga sebagai pengalaman yang paling berbekas untuk membentuk kepribadian setiap individu penuntut ilmu untuk lebih giat belajar mengenai kesalahan-kesalahan bangsa terdahulu sehingga  bangsa kita dapat sejajar bahkan melampaui bangsa-bangsa lainnya melalui pendidikan yang tentunya merupakan salah satu tolak ukur kemajuan satu bangsa.
SARAN 

            Kita shususnya pelajar Harus bersyukur karena mendapankan pendidikan yang lebih layak dibandingkan para penjuang dahulu kita pada masa kemerdekaan mereka bejuang berat untuk mengembangkan maupun mendapatkan pendidikan,Dan kita harus menerapkannya dengan cara belajar giat disetiap mata pelajaran agar kelak kita semua beeguna bagi negri/bangsa ini. Dengan demikian  kita dapat merasakan perjuangan yang dulu telah di perjuangkan dan kita bisa  meningkatkan mutu dari pendidikan tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar