Selasa, 25 Agustus 2015

KARANG TARUNA SEBAGAI KELOMPOK SOSIAL



 KARANG TARUNA SEBAGAI KELOMPOK SOSIAL



A.Pengertian Kelompok sosial
Kelompok sosial merupakan sekumpulan individu yang saling bekerja sama, berinteraksi dan berhubungan timbal balik.

B.Ciri-ciri kelompok sosial
1.memiliki pola interaksi
2.pihak yang berinteraksi mendefinisikan dirinya sebagai bagian dari kelompok
3.pihak yang berinteraksi didefinisikan oleh orang lain sebagai angota kelompok










C.Karang taruna sebagai kelompok Sosial
Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan di Indonesia. Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah Desa / Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan dan pengembangan serta pemberdayaan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia dilingkungan baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang telah ada. Sebagai organisasi kepemudaan, Karang Taruna berpedoman pada Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga dimana telah pula diatur tentang struktur penggurus dan masa jabatan dimasing-masing wilayah mulai dari Desa / Kelurahan sampai pada tingkat Nasional. Semua ini wujud dari pada regenerasi organisasi demi kelanjutan organisasi serta pembinaan anggota Karang Taruna baik dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.

               














karang Taruna beranggotakan pemuda dan pemudi keanggotaannya mulai dari pemuda/i berusia mulai dari 11 - 45 tahun) dan batasan sebagai Pengurus adalah berusia mulai 17 - 35 tahun.
Tujuan
Tujuan Karang Taruna adalah :
a.  Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan  kesadaran dan  tanggung  jawab  sosial  setiap  generasi  muda  warga Karang  Taruna  dalam  mencegah,  menagkal, menanggulangi  dan  mengantisipasi  berbagai  masalah sosial.
b.  Terbentuknya  jiwa  dan  semangat  kejuangan  generasi muda  warga  Karang  Taruna  yang  Trampil  dan berkepribadian serta berpengetahuan.
c.  Tumbuhnya  potensi  dan  kemampuan  generasi  muda dalam  rangka mengembangkan  keberdayaan  warga Karang Taruna.
d.  Termotivasinya  setiap  generasi  muda  warga  Karang Taruna  untuk  mampu  menjalin  toleransi  dan  menjadi perekat  persatuan  dalam  keberagaman  kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e.  Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna  dalam  rangka  mewujudkan  taraf  kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
f.  Terwujudnya  Kesejahteraan  Sosial  yang  semakin meningkat  bagi  generasi  muda  di  desa/kelurahan  atau komunitas  adat  sederajat  yang  memungkinkan
pelaksanaan  fungsi  sosialnya  sebagai  manusia pembangunan  yang  mampu  mengatasi  masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g.  Terwujudnya pembangunan  kesejahteraan  sosial generasi muda  di  desa/kelurahan  atau  komunitas  adat  sederajat yang  dilaksanakan  secara  komprehensif,  terpadu  dan
terarah  serta  berkesinambungan  oleh  Karang  Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.







Tugas
Setiap  Karang  Taruna  mempunyai  tugas  pokok  secara bersama-sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan social  terutama  yang  dihadapi  generasi  muda,  baik  yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.
Fungsi
Setiap Karang Taruna melaksanakan fungsi :
a.  Penyelenggara Usaha Kesejahteraan Sosial.
b.  Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi masyarakat.
c.  Penyelenggara  pemberdayaan  masyarakat  terutama generasi  muda dilingkunggannya  secara  komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan.
d.  Penyelenggara  kegiatan  pengembangan  jiwa kewirausahaan bagi generasi muda di lingkungannya.
e.  Penanaman  pengertian,  memupuk  dan  meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda.
f.  Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
g.  Pemupukan  kreatifitas  generasi  muda  untuk  dapat mengembangkan  tanggung  jawab  sosial  yang  bersifat rekreatif,  kreatif,  edukatif,  ekonomis  produktif  dan
kegiatan  praktis  lainnya  dengan mendayagunakan  segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya.
h.  Penyelenggara  rujukan,  pendampingan,  dan  advokasi social bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
i.  Penguatan  sistem  jaringan  komunikasi,  kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j.  Penyelenggara  usaha-usaha  pencegahan  permasalahan sosial yang aktual.




Sejarah Berdirinya Karang Taruna
Karang Taruna lahir pada tanggal 26 September 1980 di Kampung Melayu, Jakarta. Kelahiran gerakan ini merupakan perwujudan semangat kepedulian generasi muda untuk turut mencegah dan menanggulangi masalah kesejahteraan sosial masyarakat, terutama yang dihadapi anak dan remaja di lingkungannya.
Kepedulian tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan – kegiatan pengisian waktu luang yang positif seperti rekreasi, olah raga, kesenian, kepanduan, pengajian dan lain – lain bagi anak – anak yatim, putus sekolah, tidak sekolah, yang berkeliaran, main kartu dan lain – lain yang pada umumnya berasal dari keluarga miskin.
Dalam perjalanannya, Karang Taruna mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik jumlah maupun program kegiatannya. Hingga saat ini Karang taruna tumbuh di setiap kelurahan dan desa di wilayah Indonesia.

Program Karang Taruna yang diawali dengan kegiatan pengisian waktu luang, bertambah dan berkembang dengan kegiatan – kegiatan:
  •  Ekonomis produktif yang membantu membuka lapangan kerja/ usaha bagi warga Karang Taruna yang menganggur atau putus sekolah.
  •  Pelayanan sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), seperti anak terlantar, penyandang cacat, keluarga miskin, dan lain sebagainya.
  • Partisipasi aktif dan praktis yang mendukung program – program pembangunan di desa/ kelurahan masing – masing termasuk program dari berbagai instansi.
  • Pengembangan potensi generasi muda Warga Karang Taruna dalam rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dan lain – lain.
Sejalan dengan perkembangan Karang Taruna yang mampu memberikan peran dan kontribusi dalam pembangunan di wilayah,Karang Taruna memiliki landasan hukum yang memperkuat keberadaannya di masyarakat, yaitu:
  • Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 13/HUK/KEP/1981 tentang Susunan Oganisasi dan Tata Kerja Karang Taruna;
  • Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 yang menetapkan Karang Taruna sebagai salah satu wadah pengembangan generasi muda, disamping OSIS, KNPI, Pramuka, dan lain – lain;
  • Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.


Zina menurut pandangan agama Islam



Dalam agama Islam, pelaku perzinaan dibedakan menjadi dua, yaitu pezina muhshan dan ghayru muhshan. Pezina muhshan adalah pezina yang sudah memiliki pasangan sah atau sudah menikah, sedangkan pezina ghayru muhshan adalah pelaku yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan sah.

Diriwayatkan dalam hadis:

    "Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah SAW. Ketika dia sedang berada di dalam masjid. Laki-laki itu memanggil-manggil Rasulullah seraya mengatakan, "Hai Rasulullah aku telah berbuat zina, tapi aku menyesal." Ucapan itu diulanginya sampai empat kali. Setelah Rasulullah mendengar pernyataan yang sudah empat kali diulangi itu, lalu dia pun memanggilnya, seraya berkata, "Apakah engkau ini gila?" "Tidak.", jawab laki-laki itu. Nabi bertanya lagi, "Adakah engkau ini orang yang muhsan?" "Ya.", jawabnya. Kemudian, Rasulullah bersabda lagi, "Bawalah laki-laki ini dan langsung rajam oleh kamu sekalian."

    —H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah

Berdasarkan hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Dalam agama Islam, aktivitas-aktivitas seksual oleh lelaki/perempuan yang telah menikah dengan lelaki/perempuan yang bukan suami/istri sahnya, termasuk perzinaan. Dalam Alquran, dikatakan bahwa semua orang Muslim percaya bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang oleh Allah.

Tentang perzinaan di dalam Alquran disebutkan di dalam ayat-ayat:

    "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."

    —Al-Isra' 17:32

    "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."

    —An-Nur 24:2

Hukumnya menurut agama Islam untuk para pezina adalah sebagai berikut:

    Jika pelakunya sudah menikah melakukannya secara sukarela (tidak dipaksa atau tidak diperkosa), mereka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam.
    Jika pelakunya belum menikah, maka mereka didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.[2]

Hukum di atas berdasarkan hadis:

    Ambillah dariku! Ambillah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka. Jejaka yang berzina dengan gadis didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan orang yang telah menikah melakukan zina didera seratus kali dan dirajam."

Kelompok sosial

A.     Pengertian 
Kelompok sosial merupakan sekumpulan individu yang saling bekerja sama, berinteraksi dan berhubungan timbal balik . 

B .  Kriteria-kriteria kelompok sosial menurut Soerjono Soekanto
1. Setiap anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya.
3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat, misalnya : nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain.
4. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
5. Bersistem dan berproses.
C .Ciri-Ciri Utama Kelompok Sosial
1.       Terdapat dorongan atau motif yang sama pada individu-individu yang menyebabakan terjadinya interaksi
2.      terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap individu-indvidu
3.      Pembentukan dan penegasan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan kedudukan hierarkis yang lambat laun berkembang dengan sendirinya
4.        Terjadinya penegasan dan pengaruh norma-norma pedomanyang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelopok dalam merealisasikan tujuan kelompok.
  D. Dasar-dasar Pembentukan Kelompok Sosial.
1.    Kepentingan yang sama (Common Interest).
2.    Darah dan Keturunan yang sama.(Common Ancestry)
3.    Daerah yang sama
4.    Ciri-ciri badaniah yang sama.
      E. klasifikasi kelompok sosial berdasarkan erat longgarnya ikatan antar anggota
a. Paguyuban (gemeinschaft)
Paguyuban: kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal.

Ciri-ciri kelompok paguyuban
 :
- terdapat ikatan batin yang kuat antaranggota
- hubungan antar anggota bersifat informal
Tipe paguyuban:
a. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood)
    Contoh: keluarga, kelompok kekerabatan.

Kelompok genealogis : kelompok yang terbentuk berdasarkan hubungan sedarah.
Kelompok genealogis memiliki tingkat solidaritas yang tinggi karena adanya keyakinan tentang kesamaan : nenek moyang.
(UN 2011)
b. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place)
    Contoh: Rukun Tetangga, Rukun Warga.

Komunitas : kelompok sosial yang terbentuk berdasarkan lokalitas.
Contoh :
Beberapa keluarga yang berdekatan membentuk Rukun Tetangga. Selanjutnya sejumlah Rukun Tetangga membentuk RW (Rukun Warga)
c. Paguyuban karena ideologi (gemeinschaft of mind)
    Contoh: partai politik berdasarkan agama
b. Patembayan (gesselschaft)
Patembayan: kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan lahir yang pokok untuk jangka waktu yang pendek.
    
Ciri-ciri kelompok patembayan :
- hubungan antaranggota bersifat formal
- memiliki orientasi ekonomi dan tidak kekal
- memperhitungkan nilai guna (utilitarian)
- lebih didasarkan pada kenyataan sosial
Contoh patembayan: ikatan antara pedagang, organiasi dalam suatu pabrik atau industri.
F. Jenis-Jenis Kelompok Sosial dan Peranannya
1.    Kelompok Primer
Kelompok primer (face to face group) yaitu kelompok yang anggota-anggotanya sering berhadapan muka dan saling mengenal dari dekat dan karena itu hubungannya lebih erat. Peranan kelompok primer dalam kehidupan individu besar sekali karena di dalam kelompok primer, manusia pertama-tama berkembang dan dididik sebagai mahluk sosial.
2.    Kelompok Sekunder
Interaksi dalam kelompok sekunder terdiri atas saling hubungan yang tidak langsug, jauh dari formal, dan kurang bersifat kekeluargaan hubungan-hubungan kelompok skunder biasanya lebih bersifat objektif. Peranan atau fungsi kelompok sekunder dalam kehidupan manusia adalah untuk mencapai tujuan tertentu dalam masyarakat dengan bersama, secara objektif dan rasional.
3.    Kelompok Formal dan Kelompok Informal
Inti perbedaannya adalah bahwa kelompok informal tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan-peraturan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tertulis seperti pada kelopok formal. Ciri-ciri interaksi kelompok tidak resmi lebih mirip dengan cirri-ciri kelompok primer dan bersifat kekeluagaan dengan corak simpati. Sedangkan ciri-ciri kelompok resmi lebih mirip dengan ciri-ciri interaksi kelompok sekunder, bercorak pertimbangan-pertimbangan rasional objektif. 

DAFTAR PUSTAKA

•    Alfiasyura.blogspot.com/2010/.../situasi-sosial-yang-mempengaruhi.h..
20 Sep 2010. Diakses Minggu 15-10-2011 Pukul 22.00 WIB
•    Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Kanisius. Yogyakara.
•    Soedjono. 1977. Pokok-pokok Sosiologi sebagai Penunjang Hukum. Alumni Offset. Bandung
• http://sosiologipendidikan.blogspot.com/2012/01/kelompok-sosial-dalam-masyarakat.html  diakses 17 januari 2013 pukul 20:49
•http://bpi-iainwali9.blogspot.com/2012/06/situasi-kelompok-sosial.html  diakses 11 januari 2013 pukul  19:25


 SUMBER:http://anharmifta.blogspot.com/

Minggu, 23 Agustus 2015

MAKALAH KEBEBASAN BERAGAMA DAN KEPERCAYAAN DI INDONESIA

DAFTAR ISI

BAB 1: PENDAHULUAN
            A.Latar belakang
            B.Permasalahan
            c.Tujuan
BAB 2: PEMBAHASAN
            1.deskripsi permasalahan kebebasan beragama di indonesia               
            2.Jaminan berkonstitusi tentang kebebasan beragama dan kepercayaan
            3.UUD yang mengatur/Menegaskan kebebasan beragama
            4.bentuk-bentuk pelangaran kebebasan beragama di indonesia
BAB 3: PENUTUP
            A.Kesimpulan
            B.Saran
DAFTAR PUSTAKA

 

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
     Wacana kebebasan beragama sesungguhnya sudah berkembang sejak bangsa ini akan diproklamirkan tahun 1945 silam, bahkan jauh sebelum itu. Melalui Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), wacana ini hangat diperdebatkan founding father, khususnya dalam perumusan pasal 29 UUD 1945. Selain itu selama tahun 2007 telah terjadi pelanggaran HAM sebanyak 4075 kasus, dari kasus tersebut 20% diantaranya merupakan kasus pelanggaran kebebasan beragama. Hal tersebut semakin mengindikasikan bahwa peraturan yang mengatur kebebasan beragam di Indonesia masih perlu dikaji lagi.
Maka tidak berlebihan untuk mengatakan, di Tanah Air masalah kebebasan beragama adalah masalah yang rumit.

B. Permasalahan
    Dalam makalah yang berjudul ”Potret Kebebasan Beragama di Indonesia” mmemiliki beberapa rumusan masalah:
1. Deskripsi Permasalahan Kebebasan Beragama di Indonesia.
2. Jaminan Konstitusi Tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
3. UUD yang mengatur /menegaskan kebebasan beragama.
4. Bentuk-bentuk Pelanggaran Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan di Indonesia.


C.Tujuan
1. Memberikan gambaran umum tentang permasalahan kebebasan beragama di Indonesia.
2. Memahami tantangan dan peluang kebebasan beragama di Indonesia.
3. Mengetahui berbagai bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.




BAB II
ISI

1. Deskripsi Permasalahan Kebebasan Beragama di Indonesia.
            Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari agama resmi. Pasal 18 dalam Kovenan Internasional PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya adalah satu kezaliman spiritual. Kebebasan beragama merupakan satu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa dengan, toleransi agama, pemisahan antara agama dan negara, atau negara
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi:
“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri.”
   Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat umum atau tempat pribadi.








2 . Jaminan Konstitusi Tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
 “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
 Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945  selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.
3. UUD yang mengatur /menegaskan kebebasan beragama.
landasan hukum tentang kebebasan beragama tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
a)      Pasal 28 E
1.  Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya...
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
b)      Pasal 28 I
1.      Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
2.      Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
c)      Pasal 29
1. Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Undang-Undang No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
d)     Pasal 22
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Negara harus menjamin:
a.       Bahwa hak ini dilaksanakan tanpa diskriminasi apa pun, dan
b.      Hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ini.
e)      Pasal 4
Hak beragama adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
UU No.12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 (pasal 1, ayat 1). Dengan pengesahan Kovenan ini, maka Kovenan ini mengikat Indonesia secara hukum.
Hukum Internasional
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
a).  Pasal 18
1.      Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.
2.      Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
3.      Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
4.      Negara Peserta dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
Norma-Norma Kebebasan Beragama 
Ada delapan norma yang
Pertama, Internal freedom (Kebebasan internal). Berdasarkan pada norma ini, setiap orang  dipandang memiliki kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama. Norma ini juga mengakui kebebasan setiap individu untuk memiliki, mengadopsi, mempertahankan atau mengubah agama dan kepercayaannya.
Kedua, External freedom (Kebebasan eksternal). Norma ini mengakui kebebasan mewujudkan kebebasan atau keyakinan dalam berbagai bentuk manifestasi seperti kebebasan dalam mengajaran, praktik, peribadatan dan ketaatan. Manifestasi kebebasan beragama dan berkepercayaan dapat dilaksanakan baik diwilayah pribadi dan publik. Kebebasan juga bisa dilakukan secara individual dan bersama-sama orang lain.
Ketiga, Noncoercion (Tanpa paksaan). Norma ini menekankan adanya kemerdekaan individu dari segala bentuk paksaan dalam mengadopsi suatu agama atau berkepercayaan. Dengan kata lain, setiap individu memiliki kebebasan memiliki suatu agama atau kepercayaan tanpa perlu dipaksa oleh siapa pun.
Keempat, Nondiscrimination (Tanpa diskriminasi) berdasarkan norma ini, negara berkewajiban menghargai dan memastikan bahwa seluruh individu di wilayah kekuasaan dan yurisdiksinya memperoleh jaminan kebebasan beragama atau berkepercayaan tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau kepercayaan, pandangan politik dan pandangan lainya, asal-usul bangsa, kekayaan dan status kelahiran.
Kelima, Rights of parent and guardian (Hak orang tua dan wali). Menurut norma ini, negara berkewajiban menghargai kebebasan orang tua dan para wali yang absah secara hukum untuk memastikan pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan mereka sendiri. Negara juga harus memberikan perlindungan atas hak-hak setiap anak untuk bebas beragama atau berkepercayaaan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
Keenam, Corporate freedom and legal status(Kebebasan berkumpul dan memperoleh status hukum). Aspek penting kebebasan beragama atau berkepercayaan terutama dalam kehidupan kontemporer adalah adanya hak bagi komunitas keagamaan untuk mengorganisasikan diri atau membentuk asosiasi.
Ketujuh, Limits of permissible restrictions on external freedom (Pembatasan yang diperkenankan terhadap kebebasan eksternal). Kebebasan untuk mewujudkan atau mengekspresikan suatu agama atau kepercayaan dapat dikenai pembatasan oleh hukum dengan alasan ingin melindungi keselamatan umum, ketertiban, kesehatan, moral dan hak-hak dasar lainnya.
Kedelapan, Nonderogability. Negara tidak boleh mengurangi hak kebebasan beragama atau kepercayaan bahkan dalam situasi darurat sekalipun
4.Bentuk-bentuk Pelanggaran Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan di Indonesia.
Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama di Indonesia ternyata negara dan pemerintah belum benar-benar bisa menegakkan pasal pasal yang ada di dalam UUD 1945. Mulai dari aparat kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat malah menjadi pelanggar HAM terbanyak. Negara juga kurang tegas dalam menangani kasus kasus pelanggaran tesebut maka dari itu bukan semakin berkurang kasus yang terjadi tetapi malah semakin bertambanhnya kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama, bukan hanya tentang kebebasan beragama tapi masih banyak juga pasal lain yang masih sering dilanggar.
-Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait rumah ibadah cenderung meningkat. “Pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dalam bentuk penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol," kata Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa
Beberapa kasus pengabaian pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus lama pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, di antaranya: pengabaian penyelesaian pembangunan Masjid Nur Musafir di Batuplat, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pengabaian penyelesaian pembangunan gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, Jawa Barat, serta pengabaian penyelesaian pemulangan warga Ahmadiyah Lombok dari tempat pengungsian Mataram, Nusa Tenggara Barat.




Selain itu, ada pula kasus pengabaian penyelesaian pembangunan musala Asyafiiyyah, Denpasar, Bali, GKI Taman Yasmin Bogor, dan pengabaian penyelesaian pemulangan pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat pengungsian di Surabaya, Jawa Timur.

Keberadaan kebijakan diskriminatif juga dinilai menjadi penyebab tingginya tindak pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, yaitu Penetapan Presiden RI Nomor 1/PNSP/1965 tentang Pencegahan Penyalahdayagunaan dan/atau Penodaan Agama.




BAB II
PENUTUP

KESIMPULAN
Hubungan antara negara dan agama dalam konteks Pancasila adalah jelas Pancasila tidak melepaskan agama dalam mengarungi bahtera perjalanan negara, namun juga tidak menjadikan agama tertentu sebagai landasan bernegara, artinya tidak islam dan tidak agama selain islam yang dijadikan landasan bernegara. Kedudukan agama didalam negara indonesia jelas pancasila mengakui akan adanya agama dan konstitusi indonesia sendiri mencantumkan pasal tentang agama didalamnya.
 SARAN
DPR dan Lembaga pemerintah lainnya, Diharapkan menjadi pengontrol yang efektif bagi pelaksanaan kebebasan beragama di Indonesia; tetap bersepakat bahwa negara ini bukanlah negara berdasarkan agama, tapi berdasarkan Pancasila seperti ditunjukkan sepanjang sejarah parlemen Indonesia terkait isu kebebeasan beragama.Jika kita sepakat bahwa negara ini berdasarkan Pancasila, bukan negara agama, maka sepatutnya untuk bersikap netral terhadap setiap masalah keagamaan dan kepercayaan, khususnya menyangkut keyakinan, seperti diamanahkan konstitusi.



DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_
http://arief-ayobelajar.blogspot.com/2013/07/pengertian-kebebasan-beragama.html
http://bambud_fisip-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-64137-Kebebasan%20Beragama.html
http://bayuadywijaya.blogspot.com/2013/06/makalah-tentang-hak-kebebasan-beragama.html

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/535